Khubaib.ra adalah seorang sahabat Nabi yang di gelari Syahid di Kayu Salib. Ketika ditawan oleh Musyrikin Quraisy dalam tragedi Ar-Raji’, Khubaib.ra telah bersiap menghadapi detik-detik maut yang siap menjemput, di sebuah tempat bernama Tan’im. Sebelum mereka melaksanakan eksekusi, Khubaib.ra minta izin kepada mereka untuk shalat dua rakaat. Mereka mengizinkannya dan menyangka bahwa Khubaib.ra bermaksud menimbang-nimbang dalam dirinya untuk menyerah kalah dan menyatakan keingkarannya kepada Allah, Rasul dan agamanya. Khubaib pun shalat dua rakaat dengan khusyu’, tenang dan hati yang pasrah. Sedemikian indahnya sentuhan ini sehingga ia ingin terus shalat dan shalat lagi.
Akan tetapi kemudian ia berpaling ke arah para algojo, lalu berkata, “Demi Allah, kalau bukan karena khawatir persangkaan kalian kepadaku bahwa aku takut mati, niscaya akan kulanjutkan lagi shalatku..!”
Kemudian diangkatnyalah kedua pangkal lengannya ke arah langit lalu berdo’a kepada Allah Rabbul ‘Izzah, “Ya Allah, susutkanlah bilangan mereka dan musnahkanlah mereka sampai binasa…!” Lalu diamatilah wajah mereka satu persatu di sertai keteguhan azzam seraya bersyair:
“Mati bagiku tiada masalah… Asalkan dalam Ridha dan Rahmat Allah..
Dengan jalan apa pun mati itu terjadi…
Asalkan kerinduan kepada-Nya terpenuhi,
Kuberserah menyerah kepada-Nya..
Sesuai takdir dan kehendak-Nya,
Semoga Rahmat dan Berkah Allah tercurah Pada setiap sobekan daging dan tetesan darah.” Dan, ketika penyaliban, beliau berdo’a dengan khusyu’ kepada Allah, “Ya Allah, telah kami tunaikan tugas dari Rasul-Mu,
maka sampaikan pula kepadanya esok tindakan orang-orang itu terhadap kami…”
Allah berkenan mengabulkan do’anya, do’a seorang sahabat yang syahid. Rasulullah pun kemudian mengutus dua orang, Miqdad bin Amir dan Zubair bin Awwam untuk membebaskannya dari tiang salib.
Dengan petunjuk Allah sampailah mereka ke tempat itu kemudian mereka turunkan mayat Khubaib.ra. Subhanallah, tempat suci di bumi telah merundakannya untuk memeluk dan menutupinya dengan tanah yang lembab dan penuh berkah.
Itulah detik-detik kemenangan yang diraih seorang sahabat yang amat sangat cintanya kepada Rasul, terangkai dalam untaian kata indah, saat dia ditawari kebebasan dengan Muhammad SAW sebagai tebusannya, “Demi Allah, tak sudi aku bersama anak istriku selamat dan menikmati kesenangan dunia, sedang Rasul tertimpa musibah meski hanya oleh sepotong duri…”
Itulah sikap seorang prajurit kebenaran, jundiyah muthi’ah, pejuang yang sungguh-
Sungguh berpikir menang sebelum menang, tak mudah kalah apalagi menyerah. Pahitnya derita itulah yang dirasakan sebagai nikmat yang berlipat yang bakal di petik diakhirat, di surga supernikmat, dengan akhwat yang dahsyat dan full semangat, tak pernah lelah melayani sang mujahid sejati.
“Ketika menghadapi masalah yang super sulit, dalam kondisi terjepit, dalam kematian yang menguntit, saatnya bangkit full spirit agar prestasi terus melejit dengan lompatan spiritual yang dahsyat.” (Spiritual Problem Solving)
Referensi.
Judul Buku: Spiritual Problem Solving
Penulis: Solikhin Zero to Hero & Kang Puji Hartono, SPS
artadza 