Sabar….Sabar…

    KUPATUT DIRI didepan cermin. Jilbab biru langit jadi pilihan. Bros perak berbentuk pita kusematkan, membuat jilbab yang kupakai takkan mudah disibakkan angin. Berangkat dari rumah, hati ini masih dag dig dug. Tapi sisi hati lainnya berusaha menentramkan hati yang resah dan khawatir.
    “Tenang saja, kuatkanlah hatimu, bukankah semuanya karena Allah?!” suara hati yang satu makin menonjolkan dorongannya.
    “Tapi aku ragu, dan sedikit takut kalau nantinya tak berjalan lancar…..,” bisik hati yang lain. “Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Sampai akhirnya nafasmu tinggal satu-satu? Sampai malaikat maut menarik Rohmu hingga ke leher?” berondang hati yang satu.
    “Ayolah… raihlah ridha-Nya, berjalanlah dijalan-Nya, kejarlah dan iringilah langkah sahabat-sahabatmu yang telah lebih dulu mendapat cahaya-Nya!” suara hati itu makin memantapkan diriku.
    “Bisnillahirrahmanirrahim…” ucapku dalam hati. Kumantapkan hati, kuteguhkan diri, kulangkahkan kaki. Tetapi………
    “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, kami telah beriman, sedangkan mereka tidak di uji?” (QS.Al-Ankabut:2).
    Jilbab biruku sedikit berkibar tertiup angin sore diawal musim panas. Kota Nagoya hari ini sangat panas. Kumasuki supermarket itu dengan sedikit kikuk. Tidak seperti biasanya, kali ini ada perasaan lain dihatiku. Iya, kali ini kumasuki supermarket ini dengan penampilan baruku.
    “Ah…… masih agak sepi, nih,” batinku senang. “Sebaiknya aku cepat-cepat saja, ah…. daripada nanti antri dikasir,” putusku kemudian. Walaupun aku berbelanja barang yang sudah kutahu dimana letaknya, tak urung itu pun memerlukan waktu yang tidak sebentar. Sehingga banyak pasang mata melihatku dengan pandangan aneh. Mungkin juga ada perasaan geli. Aneh karena pakaianku itu tidak lazim di negeri Sakura, juga menggelikan karena dipakai saat musim panas. Yang bagi orang Jepang terutama para perempuan adalah saatnya untuk buka.
    Selesai sudah kudapatkan barang belanjaan yang kuperlukan. Aku bergegas menuju kasir yang agak lowong. “Yap… dikasir itu tinggal seorang pembeli yang dilayani. Aku antri di situ aja, ah….” pikirku sambil berjalan ke kasir itu.
    “Ah…. selamat siang….,” sapa laki-laki separuh baya yang menjaga kasir. Wanita separuh baya yang si sapa segera menghampiri dan meletakkan belanjaanya di meja kasir. Padahal aku kan lebih dulu sampai di kasir itu. Aku hanya melihat sekilas lirikan si Bapak itu. Aku segera berpindah ke kasir lain, yang sudah kosong. Khawatir di tolak lagi, aku berkata kepada perempuan penjaga kasir itu “li desu ka?” (Bolehkah?).
    Sepulang dari supermarket itu hati diliputi rasa jengkel dan kesal sekaligus takut. Takut kalau belanja di situ lagi akan ditolak seperti tadi. Aku khawatir akan kejadian tadi akan berulang dan bukan hanya di supermarket itu saja. Tapi lebih takut lagi kalau kemantapan hatiku untuk terus memakai Hijab menjadi luntur.
    Aku harus bersabar. Sabar….Sabar…..
    “Ah…. tidak! Jangan sampai!” tegasku dalam hati. Aku di hantui berbagai pikiran buruk dan bisikan-bisikan yang menyuruhku mengurungkan niat memakai Jilbab seterusnya. Jangan sampai hanya gara-gara kejadian tak mengenakkan tadi menyurutkan niatku. Aku tak mau lagi bongkar pasang Jilbab. Pergi ngaji pakai Jilbab, pergi kerja bongkar lagi.
    “Tidak. Tidak lagi! Jangan perturutkan rasa malu. Jangan kalah sama diri sendiri!” bisikku kuat. Aku tak mau masuk ke dalam golongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Aku tak mau pahala-pahalaku terhapuskan karenanya. Dan yang pasti aku tak mau menjadi penghuni neraka.
    Aku harusnya malu kepada Yang Maha Tahu. Aku harusnya Takut kepada Yang Maha Kuasa. Aku harusnya khawatir ditilak oleh-Nya.

Ya Allah….
Kuatkan hamba tuk mencapai ridha-Mu
Jadikan hamba insan yang lurus
Tunjukkan hamba jalan yang satu
Jalan mencapai Surga Firdaus.

Referensi : Menyemai Cinta di Negeri Sakura/Lizsa Anggraeny-Seriyawati

Tinggalkan komentar

100%BackLink

100% Backlink Indonesia